SAMARINDA – Dari penelusuran Kaltim Post di sejumlah jalan di Kota Tepian terdapat 160 reklame berukuran 2x2, 5x10, 4x6, dan lainnya, yang merupakan wajib pajak. Jumlah ini berbeda dengan data yang dimiliki Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Samarinda sebanyak 112 reklame, sedangkan Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu (BPPTS) Samarinda menyebut 119 reklame.
Wakil Ketua Komisi II DPRD Samarinda Arif Kurniawan mengatakan, aneh rasanya jika ada dua instansi memiliki jumlah reklame berbeda. Namun, kata dia, ada beberapa reklame memiliki kompensasi alias tak dikenai pajak. Misalnya, ada perusahaan tertentu membangun fasilitas umum seperti halte, jembatan penyeberangan, dan lainnya. “Dalam fasilitas umum itu, mereka memasang merek seperti iklan. Itu tidak dikenakan pajak,” ucapnya.
Nah, bisa jadi ada beda persepsi penilaian reklame yang wajib pajak dengan tidak antara BPPTS dan Dispenda. “Nanti coba saya akan cek, kemudian diperjelas kriterianya,” kata dia.
Tidak terinventarisasinya jumlah reklame dengan baik, menurut dia, karena kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait dinilai jauh dari kata maksimal. Sehingga beberapa kebocoran terjadi, lalu pendapatan daerah melalui pajak reklame tidak memenuhi target.
Arif mengatakan, banyak reklame di Samarinda belum terdaftar. Meski tahun ini Pemkot Samarinda menargetkan pendapatan daerah melalui pajak reklame sebesar Rp 5 miliar, mestinya bisa lebih dari itu. “Komisi II akan mengkaji kenapa jumlah reklame tidak terinventarisasi dengan baik,” terangnya.
Sebenarnya, kata dia, DPRD akan memberikan reward kepada SKPD terkait, jika pendapatan daerah melalui pajak reklame bisa mencapai target. Sedangkan target tak tercapai, ada kemungkinan DPRD merekomendasikan penyegaran pegawai pada instansi terkait. “Terkadang kan SKPD terkait meminta anggaran lebih, tapi pendapatan daerah tak kunjung mencapai target. Harus ada penyegaran bahkan kepala SKPD bila tak mencapai target,” tegasnya.
Dia menduga, banyaknya pajak reklame yang mengalami kebocoran lantaran yang menangani reklame itu terdiri beberapa instansi, seperti Dispenda, BPPTS, dan Dinas Cipta Karya dan Tata Kota (Disciptakot) Samarinda. Sehingga kebocoran pajak reklame tidak terjadi di satu instansi saja. Yang pasti, masih terus diselidiki apakah ada indikasi korupsi atau hanya kinerja SKPD terkait yang memang kurang maksimal.
Sementara Wakil Ketua DPRD Samarinda Fatimah Asyari mengatakan, DPRD tiap triwulan sekali melakukan evaluasi. Namun, tidak terinventarisasinya jumlah reklame, karena instansi terkait kurang saling berkoordinasi. Menurutnya, penetapan besaran pajak antara penyedia (pemilik reklame) dan pengguna bila menggunakan penafsiran, besar kemungkinan akan terjadi kebocoran. “Selama ini memang kelemahannya pada penetapan besaran pajak reklame,” ungkapnya. (*/rom/waz
Tidak ada komentar:
Posting Komentar